“Seorang guru kecewa terhadap siswanya yang mendapat nilai 90 tetapi bangga terhadap siswa lainnya yang hanya mendapatkan nilai 30.”
Apa yang sebenarnya terjadi?
Saya
sebagai mahasiswa jurusan pendidikan harus menempuh PPL di sekolah. Kegiatannya
berupa praktik menjadi guru dalam waktu 1,5 bulan. Mulai 9 Januari, saya sudah
mengikuti kegiatan sekolah, kemudian diberikan tanggung jawab mengajar 2 kelas
X dan membantu mengajar 2 kelas Lintas Minat.
Jumat,
16 Januari 2015 saya membantu mengajar kelas Lintas Minat (LM) Biologi yang
berisikan 8 siswa kelas X IIS (IPS). Seorang diantaranya berasal dari Papua,
namanya Raimundus. Raimundus mendapatkan beasiswa untuk sekolah di Jawa dengan
4 teman lainnya (yang semuanya laki-laki).
Hari
itu saya mendampingi Ibu Y mengajar di kelas LM Biologi pada BAB Jamur. Awalnya
siswa disuruh untuk mengisi tabel peranan jamur bagi kehidupan sesuai dengan
buku paket. Kemudian untuk evaluasi BAB Jamur, Ibu Y menginstruksikan siswa
untuk mengerjakan soal pilihan ganda yang ada di buku paket, siswa menyalin
pertanyaan dan jawabannya di buku tulis masing-masing. Ketika siswa lain mulai
menyalin soal nomer 1, seorang siswa bernama R menemukan kunci jawaban
soal-soal di bagian akhir buku (memang bagian dari buku paketnya, yang
menyediakan kunci jawaban). Sehingga kelompok siswa tersebut langsung gaduh dan
berpandangan tersenyum ‘ingin curang’. Ibu Y mengetahui hal ini, kemudian
berkata, “Kalau kalian melihat kunci jawaban, nanti saya suruh mengerjakan soal
uraian lo!”.
Dari 8
siswa, 2 diantaranya melihat kunci jawaban dan menyebarkannya ke seluruh siswa,
beberapa kali siswa dengan terang-terangan menyontek temannya dan ketahuan akan
membuka kunci jawaban. Tetapi tidak ada tindakan. Namun, satu hal yang membuat
saya tertarik, Raimun. Raimun terlihat berusaha keras menyalin tulisan dan
menjawab soal tersebut dengan jujur. Ketika waktu sudah habis, ke-7 siswa
mengumpulkan bukunya dengan santai, tetapi tidak dengan Raimun. Raimun terlihat
kebingungan, mungkin seperti berkata, “Aduh, bagaimana ini, menulis soalnya
saja belum selesai, jawaban juga ada yang belum.” Tetapi kemudian Raimun tetap
mengumpulkan bukunya.
Ketika
melihat betapa bersusah payahnya Raimun, dalam hati saya berkata, “Oh
Raimundus, mungkin kamu akan lebih bahagia dan lebih berguna di tempat asalmu.
Jika kamu masih tetap disana, mungkin saja sekarang kamu sudah mahir memancing
ikan, memanjat pohon tertinggi, menyelami lautan indah Papua, berburu hewan
liar untuk dimakan dan memiliki banyak keterampilan lahiriah khas Papua. Oh
Raimundus, betapa malang dirimu disini. Mungkin saja awalnya kamu senang bukan
kepalang saat mengetahui kamu mendapat beasiswa dan akan naik pesawat terbang
ke Jawa ‘Pulau Impianmu. Tetapi setelah mengikuti sekolah disini, kamu terlihat
paling berbeda, paling diperhatikan dan paling ‘kurang’. Mungkin kadang kamu
masih tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan gurumu di depan kelas, kamu
juga tidak mengerti mengapa sekolah disini pekerjaannya hanya menulis dan lebih
banyak menulis (baca: menyalin). Lalu, mungkin saja kamu merindukan rumah,
teman dan keluargamu. Oh, Raimundus yang malang, hati Ibu tersayat melihatmu
seperti ini.”
Sabtu,
17 Januari 2015, saya mengoreksi pekerjaan 8 siswa LM yang dikumpulkan hari
Jumat kemarin. Ke-7 orang mendapatkan nilai 90, tetapi saya beri emoticon sedih dengan tulisan “hope you
try to be honest!”. Artinya walaupun nilai mereka 90, tetapi saya tahu bahwa
mereka curang (melihat kunci jawaban) dan berharap agar mereka mencoba untuk
jujur (coba jujur dulu dan seterusnya jujur). Kemudian sampailah pada buku
milik Raimundus. Bukunya bertuliskan nama dan kelasnya, tetapi dengan tulisan
“buku Bahasa Indonesia”, terlihat catatan-catatan pelajaran bahasa
Indonesiapada lembar awal, pada lembar-lembar akhir ada catatan pelajaran
Sosiologi dan pada bagian tengah buku ada hasil pekerjaannya Ujian BAB Jamur.
Tulisannya memang tidak begitu rapi, soal berhenti pada nomer 7 dan jawaban
berhenti pada nomer 5. 3 jawaban benar, 2 jawaban salah dan sisanya kosong.
Kenyataannya adalah Raimundus mendapatkan nilai 30, karena berhasil menjawab 3
soal dengan benar dari 10 soal. Tetapi kemudian saya beri tulisan
“30+honesty+hard work=100, congratulation Raimundus, I Appreciate your hardwork
and thank you for being honest!”.
“Betapa
berharganya kerja keras yang jujur sehingga tidak ternilai”
Doa Ibu Sofiya untuk Raimundus dan siswa lainnya yang serupa
(senasib) dengannya di seluruh dunia,
“Semoga anak-anak seperti kalian bertemu dengan orang yang
tepat dan menemukan jalan kesuksesan kalian dalam menjadi insan yang menjadi
dan menjadikan masyarakat yang baik, sehingga kehidupan menjadi baik. Amin”
Nice... terharu bacanya, menginspirasi ^^
BalasHapusSeneng ngajarnya, tapi sesek terus ce di sekolah, nemu banyak hal yang 'ga sesuai' :(
Hapus