Minggu, 18 Januari 2015

90 vs 30


“Seorang guru kecewa terhadap siswanya yang mendapat nilai 90 tetapi bangga terhadap siswa lainnya yang hanya mendapatkan nilai 30.”

Apa yang sebenarnya terjadi?
                
Saya sebagai mahasiswa jurusan pendidikan harus menempuh PPL di sekolah. Kegiatannya berupa praktik menjadi guru dalam waktu 1,5 bulan. Mulai 9 Januari, saya sudah mengikuti kegiatan sekolah, kemudian diberikan tanggung jawab mengajar 2 kelas X dan membantu mengajar 2 kelas Lintas Minat.

Jumat, 16 Januari 2015 saya membantu mengajar kelas Lintas Minat (LM) Biologi yang berisikan 8 siswa kelas X IIS (IPS). Seorang diantaranya berasal dari Papua, namanya Raimundus. Raimundus mendapatkan beasiswa untuk sekolah di Jawa dengan 4 teman lainnya (yang semuanya laki-laki).
Hari itu saya mendampingi Ibu Y mengajar di kelas LM Biologi pada BAB Jamur. Awalnya siswa disuruh untuk mengisi tabel peranan jamur bagi kehidupan sesuai dengan buku paket. Kemudian untuk evaluasi BAB Jamur, Ibu Y menginstruksikan siswa untuk mengerjakan soal pilihan ganda yang ada di buku paket, siswa menyalin pertanyaan dan jawabannya di buku tulis masing-masing. Ketika siswa lain mulai menyalin soal nomer 1, seorang siswa bernama R menemukan kunci jawaban soal-soal di bagian akhir buku (memang bagian dari buku paketnya, yang menyediakan kunci jawaban). Sehingga kelompok siswa tersebut langsung gaduh dan berpandangan tersenyum ‘ingin curang’. Ibu Y mengetahui hal ini, kemudian berkata, “Kalau kalian melihat kunci jawaban, nanti saya suruh mengerjakan soal uraian lo!”.

Dari 8 siswa, 2 diantaranya melihat kunci jawaban dan menyebarkannya ke seluruh siswa, beberapa kali siswa dengan terang-terangan menyontek temannya dan ketahuan akan membuka kunci jawaban. Tetapi tidak ada tindakan. Namun, satu hal yang membuat saya tertarik, Raimun. Raimun terlihat berusaha keras menyalin tulisan dan menjawab soal tersebut dengan jujur. Ketika waktu sudah habis, ke-7 siswa mengumpulkan bukunya dengan santai, tetapi tidak dengan Raimun. Raimun terlihat kebingungan, mungkin seperti berkata, “Aduh, bagaimana ini, menulis soalnya saja belum selesai, jawaban juga ada yang belum.” Tetapi kemudian Raimun tetap mengumpulkan bukunya.

Ketika melihat betapa bersusah payahnya Raimun, dalam hati saya berkata, “Oh Raimundus, mungkin kamu akan lebih bahagia dan lebih berguna di tempat asalmu. Jika kamu masih tetap disana, mungkin saja sekarang kamu sudah mahir memancing ikan, memanjat pohon tertinggi, menyelami lautan indah Papua, berburu hewan liar untuk dimakan dan memiliki banyak keterampilan lahiriah khas Papua. Oh Raimundus, betapa malang dirimu disini. Mungkin saja awalnya kamu senang bukan kepalang saat mengetahui kamu mendapat beasiswa dan akan naik pesawat terbang ke Jawa ‘Pulau Impianmu. Tetapi setelah mengikuti sekolah disini, kamu terlihat paling berbeda, paling diperhatikan dan paling ‘kurang’. Mungkin kadang kamu masih tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan gurumu di depan kelas, kamu juga tidak mengerti mengapa sekolah disini pekerjaannya hanya menulis dan lebih banyak menulis (baca: menyalin). Lalu, mungkin saja kamu merindukan rumah, teman dan keluargamu. Oh, Raimundus yang malang, hati Ibu tersayat melihatmu seperti ini.”

Sabtu, 17 Januari 2015, saya mengoreksi pekerjaan 8 siswa LM yang dikumpulkan hari Jumat kemarin. Ke-7 orang mendapatkan nilai 90, tetapi saya beri emoticon sedih dengan tulisan “hope you try to be honest!”. Artinya walaupun nilai mereka 90, tetapi saya tahu bahwa mereka curang (melihat kunci jawaban) dan berharap agar mereka mencoba untuk jujur (coba jujur dulu dan seterusnya jujur). Kemudian sampailah pada buku milik Raimundus. Bukunya bertuliskan nama dan kelasnya, tetapi dengan tulisan “buku Bahasa Indonesia”, terlihat catatan-catatan pelajaran bahasa Indonesiapada lembar awal, pada lembar-lembar akhir ada catatan pelajaran Sosiologi dan pada bagian tengah buku ada hasil pekerjaannya Ujian BAB Jamur. Tulisannya memang tidak begitu rapi, soal berhenti pada nomer 7 dan jawaban berhenti pada nomer 5. 3 jawaban benar, 2 jawaban salah dan sisanya kosong. Kenyataannya adalah Raimundus mendapatkan nilai 30, karena berhasil menjawab 3 soal dengan benar dari 10 soal. Tetapi kemudian saya beri tulisan “30+honesty+hard work=100, congratulation Raimundus, I Appreciate your hardwork and thank you for being honest!”.

      “Betapa berharganya kerja keras yang jujur sehingga tidak ternilai”

Doa Ibu Sofiya untuk Raimundus dan siswa lainnya yang serupa (senasib) dengannya di seluruh dunia,


“Semoga anak-anak seperti kalian bertemu dengan orang yang tepat dan menemukan jalan kesuksesan kalian dalam menjadi insan yang menjadi dan menjadikan masyarakat yang baik, sehingga kehidupan menjadi baik. Amin”

2 komentar:

  1. Nice... terharu bacanya, menginspirasi ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seneng ngajarnya, tapi sesek terus ce di sekolah, nemu banyak hal yang 'ga sesuai' :(

      Hapus