Rabu, 27 April 2016

Tugas Poster IPA 4 SD/MI - Tema: Kegunaan dan Kerugian Fenomena Alam


Topik : Perubahan Alam
Jenis Tugas : Poster (Berkelompok)
Tema : Kegunaan dan Kerugian Fenomena Alam (Matahari, Angin, Hujan, Gempa, Gelombang Air Laut, dan Gunung Meletus)
Waktu : 60 Menit
Tujuan : Siswa mengetahui kegunaan dan kerugian dari fenomena alam yang terjadi di kehidupan sehari-hari.















































































































































Tugas Karya Tulis IPA 4 SD/MI - Tema: Keindahan Pantai

Topik : Perubahan Alam
Jenis Tugas : Karya Tulis (Berkelompok)
Tema : Keindahan Pantai
Waktu : 60-90 Menit
Tujuan : Siswa dapat menyadari akan kekagumannya terhadap keindahan pantai, sehingga jika pantai mengalami perubahan (rusak), siswa akan merasa hal itu tidak seharusnya terjadi.















Rabu, 13 April 2016

Sekolah sebagai tempat belajar bagaimana cara berlaku baik




Setelah semua pelajaran usai, di sekolah selalu dilakukan sholat berjamaah. Untuk kelas 4B kebetulan kelasnya lebih luas dari kelas yang lain, sehingga sholat berjamaah biasa dilakukan di belakang kelas.
Waktu itu saya menggantikan wali kelas untuk bimbingan sholat berjamaah.

Begitu Iqomah dikumandangkan, para siswa gaduh saling menunjuk siapa yang menjadi imam. Kemudian, seorang siswa memutuskan untuk bertanya kepada saya, siapa yang harus menjadi imam.
Saya lakukan secara acak dan menunjuk Rama sebagai imam.

Rama anak yang baik dan suka membantu, saya membatin kalau mungkin dia belum pernah atau jarang menjadi imam. Jadi dengan bertujuan untuk melatih Rama menjadi imam yang baik, saya menunjuknya. Bukankah seharusnya ini tujuan latihan sholat berjamaah di sekolah?

Begitu mengetahui bahwa dirinya ditunjuk sebagai imam, Rama merasa rendah diri dan berkata tidak bisa, juga suaranya tidak terlalu keras. Tetapi teman-temannya meyakinkan dia dengan berkata, “Ayo ma, kamu bisa! Berusaha gapapa!”

Saya tersenyum bangga dalam hati. Anak-anak ini telah berhasil mencari cara bersimpati pada temannya.

Dengan berat hati, Rama memulai sholat berjamaah sebagai imam. Saya menunggui di belakang shof. Semuanya lancar sampai pada rakaat terakhir, seharusnya Rama melakukan duduk diantara dua sujud, tetapi Ia malah takbir dan berdiri. Haikal menyadari adanya kesalahan dan berkata, “Subhanallah”, tanda mengingatkan kesalahan imam. Rama pun duduk kembali, tetapi langsung melakukan salam.

Teman-teman langsung gaduh dan menyalahkan Rama. Beberapa ada yang bertanya sambil tidak sabar, “Siapa sih yang nyuruh Rama jadi imam?”. Teman laki-laki langsung berkata, “He, bu Sofi yang nyuruh.”

Saya menengahi perdebatan,

“Jika imam sudah diingatkan tetapi masih salah, maka sholat harus diulang. Jadi silahkan mengulang sholat berjamaahnya tetapi dengan imam yang sama, Rama.”

Para siswa gaduh tanda tidak setuju, tetapi sholat tetap dilaksanakan. Rama sebenarnya sudah terlihat ‘sedih’, tetapi Ia mau melakukannya lagi. Saya pikir, dengan kesempatan kedua, Ia akan lebih berusaha terutama untuk memperbaiki kesalahan di kesempatan pertama.

Pada waktu itu, saya duduk di meja guru, di depan kelas. Saya juga tidak begitu memperhatikan sholat para siswa. Begitu sholat usai, beberapa siswa maju ke depan dan berkata,
“Buuu Rama nangis buu, anak-anak banyak yang sholat lagi.”

Karena sudah melebih jam pulang, saya mempersilahkan para siswa yang ingin pulang terlebih dahulu dan sengaja tidak segera menghampiri kerumunan anak lelaki yang mengitari Rama.
Saya sengaja ingin memperhatikan apa yang mereka coba lakukan pada Rama.

Samar-samar terdengar Haikal berkata,

“Nggak papa ma, aku dulu pas pertama kali ngimami juga salah kok. Malah rakaatnya jadi 5, hehe.”
Lalu, saya menghampiri mereka dan langsung duduk tanpa berkata-kata.

Zee berkata,

“Bu gapapa kan Rama salah? Kan yang penting sudah berusaha kan bu?”

Saya membalas,

“Yap, betul itu Ma! Kan sekarang masih latihan biar nantinya kamu bisa jadi imam yang bagus, kan kalo laki-laki harus bisa jadi imam. Gapapa sekarang salah, biar inget salahnya, terus besok-besok gak salah lagi.”

Lalu, Zaki menghampiri saya sambil berkata lirih,

“Bu, saya dulu juga pernah bu, waktu pertama kali jadi imam iku saya salah bu.”

Saya bilang, “Loh, yaudah Ki, bilang aja kamu pernah gitu, terus tenangin Rama, bilang gapapa Ma, kan masih belajar, gituuu”

Dia langsung duduk disebelah Rama dan menceritakan pengalamannya menjadi imam dan menenangkannya.

Anak-anak ini adalah manusia. Mereka bukan orang dewasa yang harus selalu dihukum jika mereka salah, mereka adalah anak-anak minim pengalaman dan pengetahuan. Anak-anak boleh melakukan kesalahan. Kesalahan adalah salah satu pembelajaran yang menjadikan mereka bisa memperbaiki diri.

Jika sekali bersalah lalu dengan sewenang-wenang mereka dihukum, tanpa melakukan tanya jawab pada si anak, menanyakan alasan-alasan mengapa Ia melakukannya, lalu mereka bisa belajar apa dari kesalahannya?

Mereka akan mempelajari bahwa, berbuat salah adalah hal yang memalukan dan menakutkan. Karena dipermalukan di depan temannya dan dihukum sewenang-wenang. Mereka akan selalu ragu dalam berbuat. Jika mereka ingin berbuat mereka akan selalu mengalami konflik diri, jika saya lakukan ini nanti jangan-jangan saya dihukum. Sehingga mereka selalu ketakutan saat akan berbuat sesuatu.
Kesalahan pertama anak hendaknya dimaklumi kemudian diberi dorongan untuk memperbaiki diri.

Insyaallah, saya meyakini akan lebih banyak lagi siswa yang dapat belajar cara berlaku baik terhadap teman.
Insyaallah, saya meyakinin akan lebih banyak lagi guru yang dapat membimbing siswa belajar cara berlaku baik.
Mewujudkan Pendidikan yang lebih baik untuk generasi terbaik bangsa tercinta, bangsa Indonesia.

Anak-anak boleh melakukan kesalahan


Anak-anak ini adalah manusia. Mereka bukan orang dewasa yang harus selalu dihukum jika mereka salah, mereka adalah anak-anak minim pengalaman dan pengetahuan. Jika orang dewasa dihukum karena kesalahan yang mereka perbuat, anak-anak boleh melakukan kesalahan. Kesalahan adalah salah satu pembelajaran yang menjadikan mereka bisa memperbaiki diri. Sebenarnya orang dewasa pun dapat menjadikan kesalahan sebagai cara memperbaiki diri, tetapi orang dewasa dianggap sudah memiliki cukup pengetahuan dan pengalaman, sehingga pantas dihukum.

Jika sekali bersalah lalu dengan sewenang-wenang mereka dihukum, tanpa melakukan tanya jawab pada si anak, menanyakan alasan-alasan mengapa Ia melakukannya, lalu mereka bisa belajar apa dari kesalahannya?

Mereka akan mempelajari bahwa, berbuat salah adalah hal yang memalukan dan menakutkan. Karena dipermalukan di depan temannya dan dihukum sewenang-wenang. Mereka akan selalu ragu dalam berbuat. Jika mereka ingin berbuat mereka akan selalu mengalami konflik diri, jika saya lakukan ini nanti jangan-jangan saya dihukum. Sehingga mereka selalu ketakutan saat akan berbuat sesuatu.
Kesalahan pertama anak hendaknya dimaklumi kemudian diberi dorongan untuk memperbaiki diri.

Contohnya saja, pada bulan pertama saya mengajar, kami membuat peta konsep bersama-sama.
Dengan alasan untuk mempersingkat waktu, saya menyarankan anak-anak untuk langsung menulis dengan spidol, karena banyak dari mereka yang berencana menulis dengan pensil dahulu baru menebali dengan spidol.

Sebenarnya tidak apa, jika mengedepankan kerapihan dengan ‘zero mistake’.

Tetapi begitu saya mengatakan langsung pakai spidol, banyak anak-anak terutama anak perempuan yang protes dan berkata,

“Buuu, pake pensil aja bu, nanti di salin biar ga salah.”

“Iya buuu, nanti kalo salah gimana bu? Dihapus ga bisa, di tip-ex ga bisa ditulisi lagi, kan pake spidol?”

Saya membalas dengan tenang,

“Salah gapapa, tinggal dicoret. Ada coret-coret gapapa, yang penting tulisannya jelas terbaca. SALAH TIDAK APA.”

Mereka lalu berkekspresi wajah yang tidak biasa, semacam heran campur senang.
Mungkin mereka berpikir, “oh, boleh ya salah? Oh boleh ya dicoret? Berarti kalo salah gapapa?”

Yang saya harapkan memang, mereka tidak harus takut berbuat salah. Bukan berarti ‘kesalahan’ laku yang jelas tidak boleh dilakukan seperti memukul, mengejek dll. Tetapi tidak takut salah dalam berbicara, berpendapat, bertanya (untuk memenuhi tuntutan rasa ingin tahu mereka) atau untuk sekedar menulis seperti tadi.

Juga dalam kesalahan yang dilakukan anak seperti pada postingan saya sebelumnya yaitu Pembelajaran Menantang yang Berharga.

Dalam suatu permasalahan terdapat kesalahan yang diperbuat anak.
Sebelum melakukan tindakan, saya selalu bertanya mengapa begitu atau apa alasannya.

Seperti saat seorang anak lelaki ‘99’ yang pada suatu hari tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Keesokan harinya, Ia masuk sekolah seperti biasa dan saya menanyainya.

Saya   : “99, kamu kemarin kenapa gak masuk? Sakit tah?”
99      : “Enggak sakit bu.”
Saya   : “Terus kenapa kok gak masuk?”
99      : “Soalnya saya gak suka duduk sebangku sama anak perempuan bu.”

Saya langsung menghentikan pembicaraan dan langsung membatin.

Bahkan anak memiliki alasan lebih besar untuk tidak masuk sekolah daripada masuk sekolah dan belajar.

Duduk dengan anak perempuan lebih tidak enak jika harus belajar di sekolah.

Jadi, tidak masuk sekolah lebih menenangkan.

Sehingga, saya berpikir, anak-anak harus merasa aman dan nyaman terlebih dahulu, baru mereka mau belajar atau dapat belajar.

Saya berharap lebih banyak lagi anak-anak yang tidak ‘takut’.
Saya berharap lebih banyak guru dan orang tua yang dapat mewujudkan generasi yang tidak ‘takut’.