Kamis, 11 Februari 2016

First Step to Build

Kamis, 11 Februari 2016
10.22

Saya adalah seorang pendidik dan pengajar non-formal sebelumnya. Prinsip-prinsip dan idealisme saya sebagai seorang pendidik saya teguhkan dalam hati selama mengajar. Walaupun beberapa hal belum bisa saya lakukan karena satu dan lain hal.

“Saya ingin memiliki sekolah sendiri.”



Dalam artian, sekolah yang sesuai dengan prinsip dan idealisme saya, agar saya dapat menerapkannya tanpa terbatas hal-hal yang tidak terjangkau.

Salah satunya, saya menjadi tentor di sebuah LBB/Bimbel (lembaga bimbingan belajar). Saya memang dapat mengajar mereka lebih detail, berdialog lebih eksklusif seperti mendengarkan keluh kesah mereka tentang tugas, PR dan cara mengajar guru-guru mereka. Sampai pada suatu waktu,beberapa siswa bimbel saya merasa lelah atau bosan, sehingga benar-benar tidak mau belajar. Saya bisa memohon mereka untuk belajar, tetapi tidak bisa memaksa baik secara kasar maupun halus (jika mereka benar-benar sudah tidak mau belajar).

Suatu waktu, beberapa siswa datang membawa PR yang sangat banyak sekali. PR dikasi hari ini, kerjakan LKS hlm 25-70 dikumpulkan besok.

Dalam hati saya...

Apa-apa an ini? Apa yang dipikirkan oleh ibu guru ini?
Mungkin ibu guru ini sakit dan tidak masuk dalam waktu yang lama, mungkin karena LKSnya baru datang sedangkan UTS sudah mepet, mungkin siswa ini berbohong padahal PR nya dikasi seminggu yang lalu, mungkin ibu ini menjelaskan hal lain lebih banyak sehingga LKS tidak sempat dikerjakan, mungkin ibu ini tidak kerasan di tempat kerjanya, mungkin ibu ini memiliki masalah berat diluar sekolah.

Malam-malam dimana siswa membawa PR puluhan lembar, terpaksa saya melakukan hal yang sangat saya tentang, yaitu mendekte jawaban tanpa siswa berpikir bahkan membaca soalnya, jika terlalu lama bahkan saya terpaksa menuliskan jawabannya di LKS. Saya sama sekali tidak menyetujui hal ini karena tidak mendidik.

Buat apa sekolah kalau tidak berpikir dan berpangku tangan? Lalu sekolah itu sebenarnya buat apa? Ooh, mungkin karena banyak orang melakukannya, jadi akan memalukan jika tidak ikut-ikutan.

Saya baru menyadari bahwa pendidikan non-formal, khususnya di sebuah bimbel tidak dapat dipungkiri bahwa...

Tentor dibayar karena memiliki tanggungjawab untuk menyelesaikan semua PR siswa dan menerangkan ulang sampai paham jika siswa akan Ulangan di setiap bab.

Saya pikir, saya tidak bisa menjadi pendidik seutuhnya (yang mengajarkan selain materi juga sikap dan keterampilan), jika saya menjadi seorang tentor.

Bagaimanapun harus menjadi guru di sekolah ya?
Pikir saya, menjadi guru di sekolah tetap terbatas dengan kurikulum dan hal-hal administrasi lain. Waktunya juga terbatas.

Lalu... datanglah tawaran mengajar di sebuah MI.

Saya ragu, saya tidak mau. Tetapi saya kembali teringat mimpi saya.
Kalau ingin memiliki sekolah, ya minimal belajar dulu sekolah itu gimana.
Dengan masih terasa ragu, saya mencoba memantapkan hati saya.


Masuklah saya ke MI mulai 4 Januari 2016 sebagai guru mata pelajaran IPA, IPS dan TIK.

Rabu, 10 Februari 2016

Why Contextual Teaching and Learning (CTL)? Mengapa Pembelajaran Kontekstual?

First, read this...




Pembelajaran yang dikaitkan dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari (pembelajaran kontekstual) adalah pembelajaran yang berguna bagi siswa. 

Jika siswa merasa hal itu berguna, mereka akan mempelajarinya secara alami (tanpa disuruh tanpa dipaksa).

Saya kurang setuju dengan pembelajaran yang mengharuskan siswa duduk diam tanpa bicara, mendongak berjam-jam mendengarkan ceramah guru, menyalin ratusan kalimat yang tidak mereka pahami apa maksudnya dan tertunduk sepanjang hari mengerjakan soal-soal dengan 'tidak berpikir'.

Anak-anak adalah manusia yang butuh diperlakukan seperti manusia. Bukan robot yang bisa disuruh-suruh tanpa membantah atau tanpa pemberontakan. Mereka manusia yang bisa lelah mendengarkan, menyalin atau duduk sepanjang hari.

Menurut saya Pembelajaran Kontekstual adalah pembelajaran yang dapat digunakan untuk pembelajaran kelas segala usia, segala jenjang dan segala topik (mata pelajaran).

[Pertanyaan pada pembelajaran tradisional]
Hari Koperasi diperingati pada tanggal?
Nama koperasi pada Jaman Jepang yaitu?

[Pertanyaan pada pembelajaran kontekstual]
Mengapa pada tanggal 12 Juli diperingati sebagai Hari Koperasi?
Mengapa koperasi didirikan?

See?
'Why?' is the key!



Learn-Plan-Act-Reflect