Rabu, 13 April 2016

Anak-anak boleh melakukan kesalahan


Anak-anak ini adalah manusia. Mereka bukan orang dewasa yang harus selalu dihukum jika mereka salah, mereka adalah anak-anak minim pengalaman dan pengetahuan. Jika orang dewasa dihukum karena kesalahan yang mereka perbuat, anak-anak boleh melakukan kesalahan. Kesalahan adalah salah satu pembelajaran yang menjadikan mereka bisa memperbaiki diri. Sebenarnya orang dewasa pun dapat menjadikan kesalahan sebagai cara memperbaiki diri, tetapi orang dewasa dianggap sudah memiliki cukup pengetahuan dan pengalaman, sehingga pantas dihukum.

Jika sekali bersalah lalu dengan sewenang-wenang mereka dihukum, tanpa melakukan tanya jawab pada si anak, menanyakan alasan-alasan mengapa Ia melakukannya, lalu mereka bisa belajar apa dari kesalahannya?

Mereka akan mempelajari bahwa, berbuat salah adalah hal yang memalukan dan menakutkan. Karena dipermalukan di depan temannya dan dihukum sewenang-wenang. Mereka akan selalu ragu dalam berbuat. Jika mereka ingin berbuat mereka akan selalu mengalami konflik diri, jika saya lakukan ini nanti jangan-jangan saya dihukum. Sehingga mereka selalu ketakutan saat akan berbuat sesuatu.
Kesalahan pertama anak hendaknya dimaklumi kemudian diberi dorongan untuk memperbaiki diri.

Contohnya saja, pada bulan pertama saya mengajar, kami membuat peta konsep bersama-sama.
Dengan alasan untuk mempersingkat waktu, saya menyarankan anak-anak untuk langsung menulis dengan spidol, karena banyak dari mereka yang berencana menulis dengan pensil dahulu baru menebali dengan spidol.

Sebenarnya tidak apa, jika mengedepankan kerapihan dengan ‘zero mistake’.

Tetapi begitu saya mengatakan langsung pakai spidol, banyak anak-anak terutama anak perempuan yang protes dan berkata,

“Buuu, pake pensil aja bu, nanti di salin biar ga salah.”

“Iya buuu, nanti kalo salah gimana bu? Dihapus ga bisa, di tip-ex ga bisa ditulisi lagi, kan pake spidol?”

Saya membalas dengan tenang,

“Salah gapapa, tinggal dicoret. Ada coret-coret gapapa, yang penting tulisannya jelas terbaca. SALAH TIDAK APA.”

Mereka lalu berkekspresi wajah yang tidak biasa, semacam heran campur senang.
Mungkin mereka berpikir, “oh, boleh ya salah? Oh boleh ya dicoret? Berarti kalo salah gapapa?”

Yang saya harapkan memang, mereka tidak harus takut berbuat salah. Bukan berarti ‘kesalahan’ laku yang jelas tidak boleh dilakukan seperti memukul, mengejek dll. Tetapi tidak takut salah dalam berbicara, berpendapat, bertanya (untuk memenuhi tuntutan rasa ingin tahu mereka) atau untuk sekedar menulis seperti tadi.

Juga dalam kesalahan yang dilakukan anak seperti pada postingan saya sebelumnya yaitu Pembelajaran Menantang yang Berharga.

Dalam suatu permasalahan terdapat kesalahan yang diperbuat anak.
Sebelum melakukan tindakan, saya selalu bertanya mengapa begitu atau apa alasannya.

Seperti saat seorang anak lelaki ‘99’ yang pada suatu hari tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Keesokan harinya, Ia masuk sekolah seperti biasa dan saya menanyainya.

Saya   : “99, kamu kemarin kenapa gak masuk? Sakit tah?”
99      : “Enggak sakit bu.”
Saya   : “Terus kenapa kok gak masuk?”
99      : “Soalnya saya gak suka duduk sebangku sama anak perempuan bu.”

Saya langsung menghentikan pembicaraan dan langsung membatin.

Bahkan anak memiliki alasan lebih besar untuk tidak masuk sekolah daripada masuk sekolah dan belajar.

Duduk dengan anak perempuan lebih tidak enak jika harus belajar di sekolah.

Jadi, tidak masuk sekolah lebih menenangkan.

Sehingga, saya berpikir, anak-anak harus merasa aman dan nyaman terlebih dahulu, baru mereka mau belajar atau dapat belajar.

Saya berharap lebih banyak lagi anak-anak yang tidak ‘takut’.
Saya berharap lebih banyak guru dan orang tua yang dapat mewujudkan generasi yang tidak ‘takut’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar